Article Image

Kemiskinan Dan Kesehatan Mental: Sebuah Hubungan Yang Tak Terpisahkan

26 April 2024, 15:30 WIB Bacotan

Kemiskinan bukanlah sekadar kekurangan uang; ia adalah jebakan yang kompleks. Bayangkan, bukan hanya saldo rekening yang minus, tetapi seluruh kesejahteraan kita tergerus habis. Ironisnya, ketika kita sudah terkapar, kita malah disalahkan. Pemotongan anggaran pemerintah di berbagai sektor krusial seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial, semakin memperparah kondisi ini, membuat sulit bagi masyarakat miskin untuk keluar dari lingkaran setan tersebut.

Alih-alih melihat kemiskinan sebagai masalah struktural yang harus diatasi secara sistemik, kebijakan yang diterapkan seringkali menekankan pada upaya individual seperti "kerja keras," tanpa memberikan dukungan yang seharusnya diterima. Ini seperti memberi motivasi pada orang yang kakinya patah, tanpa membawanya ke dokter untuk memasang gips.

Apakah Kemiskinan Memang Penyebab Utama Masalah Kesehatan Mental?

Hubungan antara kemiskinan dan kesehatan mental sudah lama diteliti dan tak bisa dipungkiri. Berbagai studi menunjukkan keterkaitan erat keduanya. Ada dua sudut pandang utama: kemiskinan sebagai penyebab, di mana stres berkepanjangan, kelaparan, dan ketidakamanan tempat tinggal merusak kesehatan mental; dan kemiskinan sebagai akibat dari pergeseran sosial, di mana masalah kesehatan mental membuat seseorang sulit bekerja dan mempertahankan hubungan sosial, sehingga jatuh ke dalam kemiskinan. Keduanya saling berkaitan, menciptakan siklus yang sulit diputus tanpa perubahan struktural.

Namun, mengapa hubungan ini seringkali sulit dipahami? Jawabannya sederhana: kesehatan mental sering dipandang sebagai masalah pribadi, bukan masalah sistemik. Akibatnya, akar permasalahan stres mental menjadi kabur, dan kebijakan yang ada cenderung mengobati gejalanya tanpa mengatasi akar permasalahan kemiskinan itu sendiri.

Mengapa Sulit Mengatasi Masalah Kesehatan Mental di Kalangan Miskin?

Ada beberapa pandangan yang kurang tepat mengenai kemiskinan dan kesehatan mental. Ada yang beranggapan bahwa “kemiskinan konsumsi” tidak langsung berpengaruh pada kesehatan mental, yang penting adalah perubahan kondisi hidup. Pandangan ini mengabaikan fakta bahwa ketidakamanan pangan, tempat tinggal tidak layak, dan stres finansial sangat mempengaruhi kesehatan mental. Ada juga yang menganggap kemiskinan sebagai masalah psikiatris, sehingga solusinya bukan mengatasi kemiskinan, melainkan memberi terapi atau obat. Ini mengalihkan fokus dari permasalahan ekonomi ke masalah kesehatan mental individu.

Sistem kesehatan mental di Indonesia seringkali meniru pendekatan biomedis Barat, yang berfokus pada diagnosis individu tanpa melihat konteks sosial yang lebih luas. Ini seperti menggunakan peta New York untuk mencari jalan di Jakarta—tidak relevan! Kita membutuhkan pendekatan yang lebih holistik, yang mempertimbangkan aspek ekonomi, budaya, dan ketidaksetaraan yang sudah mendarah daging di Indonesia. Undang-undang kesehatan mental yang ada pun masih lemah, lebih menekankan pada aspek medis daripada solusi sistemik yang dibutuhkan.

Bagaimana Pemerintah Dapat Berperan Dalam Mengatasi Masalah Ini?

Kemiskinan merupakan kekerasan struktural yang menimbulkan tekanan mental. Kecemasan finansial, rasa malu akibat birokrasi yang rumit untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan kelelahan akibat pekerjaan yang tidak menentu menciptakan siklus yang tak berujung. Kondisi ini diperparah oleh iklim politik yang membuat akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan lainnya semakin sulit. Pemerintah seakan membiarkan hal ini terjadi, tanpa perlindungan sosial yang kuat. Masalah kesehatan fisik dan mental yang berkaitan dengan penindasan ekonomi sering dianggap sebagai kelemahan pribadi, bukan akibat dari sistem yang eksploitatif.

Kebijakan pemotongan anggaran di berbagai sektor semakin memperburuk kondisi kelas pekerja dan komunitas marginal. Pertumbuhan ekonomi yang dibanggakan pemerintah seringkali hanya menguntungkan segelintir orang kaya, sementara yang miskin semakin tertinggal. Ketimpangan ekonomi Indonesia merupakan masalah berakar panjang, bahkan sebelum kolonialisme. Sistem feodal yang bertahan hingga kini menciptakan oligarki modern yang menguasai Indonesia.

Pertanyaannya, apakah pemerintah secara aktif menghukum orang karena kemiskinan? Dengan kebijakan penghematan dan ekonomi yang diterapkan, pemerintah tidak hanya mengabaikan, tetapi juga memperkuat kemiskinan sebagai alat kontrol dan eksploitasi. Dengan menyalahkan individu, pemerintah menghindari tanggung jawab dan mempertahankan kebijakan yang menguntungkan elit. Perubahan yang nyata tidak akan datang hanya dengan kata-kata motivasi. Perubahan membutuhkan pengakhiran siklus eksploitasi, tuntutan perlindungan sosial, dan penolakan untuk menganggap kemiskinan sebagai masalah pribadi. Kemiskinan bukanlah takdir, melainkan pilihan yang dibuat oleh mereka yang diuntungkan darinya.

Sumber : https://ketiketik.com/apa-sih-hubungan-kemiskinan-dan-kesehatan-mental/