Pernahkah Anda membayangkan bagaimana kehidupan seorang pengarang di masa lampau, khususnya di era kerajaan-kerajaan besar seperti Majapahit, berbeda dengan pengarang masa kini? Bayangan kita mungkin tertuju pada gambaran yang sangat kontras. Artikel ini akan mengajak Anda untuk menjelajahi perbedaan dan persamaan hidup, posisi sosial, tujuan, serta kematian seorang pengarang dari masa lalu hingga saat ini.
Bagaimana Kehidupan Pengarang di Masa Lalu Berbeda dengan Sekarang?
Di masa lalu, khususnya pada era kerajaan, seorang pengarang atau pujangga seringkali memiliki posisi yang sangat terhormat. Mereka bukan sekadar profesi, melainkan jabatan elit yang dekat dengan pusat pemerintahan. Bayangkan, menjadi seorang kawi kerajaan berarti memiliki kedudukan tinggi, dihormati, dan bahkan digaji besar oleh raja. Mereka hidup sejahtera, terjamin, dan bisa fokus berkarya tanpa tekanan ekonomi yang berat. Proses penulisan karya sastra pun sarat dengan ritual dan tapabrata, menunjukkan betapa karya mereka dipandang sebagai sesuatu yang sakral dan bernilai tinggi.
Berbanding terbalik dengan masa kini. Menjadi penulis, meski mudah, tidak serta-merta menjamin kesejahteraan ekonomi. Banyak penulis yang berjuang keras untuk menghidupi diri mereka sendiri, bahkan sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja seringkali terasa sulit. Kemajuan teknologi dan kemudahan menerbitkan buku, ironisnya, tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan para penulis. Bayangkan perjuangan para penulis 'single fighter' yang harus berjuang sendirian tanpa dukungan finansial yang memadai.
Apakah Menjadi Seorang Penulis di Masa Kini Masih Layak?
Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi, apakah menjadi seorang penulis di era modern masih layak diperjuangkan? Ernest Hemingway pernah mengatakan bahwa kesejahteraan ekonomi dan kesehatan yang baik sangat penting untuk menulis. Penulis yang sejahtera, dengan lingkungan yang nyaman dan terbebas dari tekanan ekonomi, tentu akan lebih mudah berkarya. Namun, kualitas karya tentu tidak hanya bergantung pada faktor ekonomi. Banyak penulis yang hidup dalam kesederhanaan, bahkan kekurangan, tetap mampu menghasilkan karya-karya luar biasa. Yang terpenting, menulis dalam keadaan kenyang akan lebih menyenangkan daripada menulis dalam keadaan lapar, bukan?
Perbedaan kesejahteraan ini sangat memengaruhi proses kreatif. Bayangkan, bagaimana seorang penulis bisa fokus berkarya jika harus terus-menerus memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari? Bagaimana mereka bisa menghasilkan karya-karya yang mendalam dan bermakna jika perut mereka saja kelaparan? Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para penulis di era modern.
Bagaimana Kematian Seorang Pengarang di Masa Lalu dan Sekarang?
Kematian pun menyajikan perbedaan yang mencolok. Di masa lalu, kematian seorang pujangga kerajaan akan diiringi penghormatan dan upacara yang megah. Namanya akan diabadikan dalam sejarah sebagai bagian dari warisan kerajaan. Sedangkan di era sekarang, kematian seorang penulis kebanyakan berlangsung biasa saja, tanpa upacara khusus. Mereka pergi seperti orang biasa, meninggalkan karya-karya mereka sebagai warisan abadi. Meskipun begitu, ada kesamaan di antara keduanya; pengarang, baik di masa lalu maupun masa kini, akan tetap “hidup” selama karyanya terus dibaca dan dihargai oleh generasi berikutnya.
Pramoedya Ananta Toer pernah mengatakan bahwa menulis akan membuat kita abadi. Meskipun teori “kematian pengarang” dari Roland Barthes dan Michel Foucault mengatakan sebaliknya, bahwa karya melepaskan diri dari pengarangnya, tetap, pengaruh karya para pengarang ini tetap abadi selama karya mereka terus dibaca dan dikaji oleh generasi penerus. Jadi, siapapun Anda, penulis atau pembaca, mari kita hargai karya-karya mereka!
Kesimpulannya, perjalanan hidup dan akhir hayat seorang pengarang mengalami transformasi yang signifikan dari masa lalu hingga kini. Tantangan dan dinamika zaman telah membentuk bagaimana kita memandang peran dan eksistensi seorang pengarang. Namun, satu hal yang tetap abadi adalah pengaruh karya-karya mereka yang mampu melampaui batas zaman dan terus menginspirasi.
Sumber : https://ketiketik.com/mengimajinasikan-kehidupan-dan-kematian-pengarang-dari-era-majapahit-hingga-sekarang/