Article Image

Petani Tubaba Rugi, Tetap Dipaksa Laporkan Keuntungan Program Sapi

26 April 2024, 15:30 WIB Berita Berita Utama

Program Revolving Sapi di Tulang Bawang Barat (Tubaba) yang berjalan pada 2013-2014, ternyata menyimpan permasalahan pahit bagi sejumlah kelompok tani. Mereka mengaku mengalami kerugian sejak awal program, namun tetap dipaksa membuat laporan keuangan seolah-olah memperoleh keuntungan. Hal ini bertujuan untuk memenuhi target Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Suja’i, anggota Kelompok Tani Harapan, dan Karpan, Ketua Kelompok Tani Mahesa Kencana, mengungkapkan kekecewaan mereka. Suja’i bahkan menyatakan siap membongkar semua permasalahan yang terjadi jika dipanggil pihak berwajib. Menurutnya, program tersebut cacat sejak awal dan diduga melibatkan pejabat tinggi Tubaba. Suja’i mengambil alih pengelolaan dana sebesar Rp700 juta dari ketua kelompok sebelumnya. Dana tersebut digunakan untuk membangun kandang dan membeli sekitar 36-40 ekor sapi, dengan jaminan enam sertifikat tanah milik anggota kelompok. Meskipun program merugi, kelompok tani tetap diwajibkan menyetor PAD sebesar Rp90 juta ke Bank Lampung, sementara cicilan pinjaman baru mencapai Rp60 juta.

Pujiatno, mantan ketua Kelompok Tani Harapan, mengaku hanya menandatangani dokumen karena diarahkan petugas penyuluh pertanian (PPL). Ia menyatakan usaha peternakan sapi tersebut sudah tidak berjalan sejak 2016 dan beralih ke usaha ayam potong, yang kini kandangnya pun sudah roboh.

Kisah serupa dialami Karpan dari Kelompok Tani Mahesa Kencana. Kelompoknya menerima dana Rp700 juta untuk membeli 70 ekor sapi. Program hanya bertahan hingga 2016 karena kerugian yang dialami. Mereka terpaksa menjual beberapa sapi untuk membayar PAD, dan hingga kini masih memiliki tunggakan pinjaman sebesar Rp510 juta. Lebih memprihatinkan lagi, agunan berupa sertifikat rumah dan lahan pertanian diserahkan ke dinas tanpa surat kuasa.

Aji Sukmayanto, Ketua Kelompok Gembala Makmur, juga menceritakan pengalaman pahitnya. Kelompoknya menerima dana Rp700 juta, namun program hanya berjalan hingga 2016 karena mengalami kerugian, termasuk kematian beberapa ekor sapi. Mereka terpaksa menyetor PAD Rp40 juta dan mengembalikan sebagian pinjaman. Hingga 2024, kelompoknya masih ditagih oleh Inspektorat.

Para ketua kelompok tani ini menyoroti kurangnya pendampingan dari dinas terkait, terutama dalam hal pemasaran. Mereka hanya mendapatkan bimbingan soal pakan dan kesehatan sapi, itupun tidak rutin. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar terkait pengawasan dan pengelolaan program Revolving Sapi di Tubaba. Ketidaktransparanan dan tekanan untuk memenuhi target PAD telah mengakibatkan kerugian besar bagi para petani, bahkan hingga kehilangan aset berharga.

Sumber : https://netizenku.com/kelompok-tani-revolving-sapi-tubaba-merugi-akui-dipaksa-buat-laporan-keuntungan/